Selasa, 12 Mei 2015

PEMIKIRAN HERMENEUTIKA RUDOLF KARL BULTMAN



PENDAHULUAN
I.              LATAR BELAKANG
            Didunia yang modern ini banyak beberapa dari kalangan masyarakat tidak memahami khabar yang terdapat dalam alkitab baik alquran maupun injil inilah yang menjadikan Rudolf Bultmann mempunyai sebuah metode yang disebut dengan demitologisasi. Demitologisasi dapat berfungsi sebagai alat hermeneutis. Jika hermeneutis adalah masalah bagaimana manusia berusaha melihat pesan Alkitab untuk saat sekarang, untuk konteks tertentu, maka demitologisasi adalah suatu alat penafsiran yang dapat digunakan untuk menemukan arti terdalam dari Alkitab bagi orang-orang modern supaya mereka dapat memahami berita Alkitab dalam konteks mereka sendiri.
            Dalam hal ini kami pemakalah akanmenguraikan beberapa pendapat serta berbagai rumusan yang dipakai Rudolf Bultmann yang mana sebagai ahli teolog pada zaman itu.

II.             RUMUSAN MASALAH
            Adapun yang akankami paparkan serta kami bahas dalam makalah ini adalah biografi Rudolf Bultmann, dan teorinya.


PEMBAHASAN
1.      Biografi Rudolf Bultmann (20 Agustus 1884 - 30 Juli 1976)
               Masa Muda dan Pendidikan Teologi Bultmann adalah seorang ahli Perjanjian Baru, ahli bahasa, seorang filsuf, dan teolog besar pada abad ke-20.
               Rudolf Karl Bultmann lahir pada 20 Agustus 1884 – 30 Juli 1976 di Wiefelstede, dekat Oldenburg, di Jerman. Ayahnya, Arthur Bultmann, adalah seorang pendeta Lutheran Injil, kakek dari pihak ayahnya seorang misionaris ke Afrika, dan kakek pihak ibunya seorang pendeta[1]. Dengan demikian, Rudolf muda berasal dari garis keluarga berinvestasi di lingkungan teologis pada masanya. Keluarga ini secara bertahap bergerak ke arah liberalisme Protestan-terutama pada bagian dari ayahnya-akan terbukti memiliki dampak signifikan pada muda ini teolog. Rudolf pendidikan humanistik dimulai di Gymnasium di Oldenburg. Bultmann menerima gelar doktor pada tahun 1910 dari Marburg dan dua tahun kemudian, memenuhi syarat sebagai instruktur di almamaternya. Pada tahun 1916, ia menerima asisten profesor di Breslau, di mana ia menikah dan mempunyai dua anak perempuan. Empat tahun kemudian ia pergi ke Giessen untuk guru penuh pertama. Hanya satu tahun kemudian, ia kembali ke Marburg di mana ia menerima guru penuh terakhir, menggantikan kursi Heitmuller sebagai Perjanjian Baru Mulai tahun 1921, ia menjadi guru besar di Marburg dengan spesialisasi bidang Perjanjian Baru dan sejarah Kristen kuno. Sekitar tahun 1924-1925, ia bertemu dengan Paul Tillich dan Martin Heidegger yang sedang menulis buku monumentalnya “Sein und Zeit”. Pertemuan dengan Tillich dan Heidegger inilah yang kelak memberi pengaruh kuat terhadap  alur pemikiran dan teologinya.
               Pada masa rudolf, hermeneutika disebut sebagai hermeneutika baru karena mempunyai sebuah tujuan untuk menghindarkan diri dari kelemahan yang dimilki liberalisme. Ada beberapa tulisan teolognya yang membuat masyarakat sampai sekarang masih mengenyampingkannya sebagai tokoh gereja yaitu:

  • § Theology of new testament ( 1951)
  • § Die Geschite der Synoptischen Tradition (Sejarah Tradisi Injil Sinopsis, 1921)
  • § Kerygma and Mytos (Kerygma dan mite, 1948)
  • § Neues und Mythologie (Perjanjian Baru Dan Mitologi, 1941)

               Itulah beberapa karyanya  Selama rezim Nazi, Bultmann merupakan salah satu anggota yang vokal dalam "Confessing Church"[2] yang menolak untuk mengikuti kependetaan "Kristen Jerman" dalam memberi dukungan kepada pengeluaran kebijakan non-Aryan Hitler. Sepanjang kariernya, Bultmann terus berkhotbah dan mengajar, dia meninggal pada 30 Juli 1976 di Marburg (sekarang bagian barat) Jerman.

2.      Teori Rudofl Karl Bultmann
           Inti dalam ajaran atau teori teolog rudolf adalah demitologisasi, sebelum kami menjelaskan panjang lebar tentang teorinya ini kami akan menjelaskan latar belakang tentang teori ini.
           Di awali dengan kehidupannya dalam sebuah gereja tradisional yang  mengadopsi pengertian diambil dari filsafat Yunani. Tindakan ini mengakibatkan wahyu Allah dipandang sebagai alam tersendiri, terpisah dengan historisitas yang berjalan di dunia. Wilayah Tuhan sangat eksklusif dengan kepercayaan bahwa wahyu Allah (Alkitab) tidak dapat dikalahkan oleh hukum-hukum alam, misalnya seperangkat teori ilmiah dan ilmu eksak, Pandangan ini dikenal dengan sebutan pandangan Supranaturalis atau Supra-alami, yang menyebabkan terjadinya “dualisme kosmis”, yaitu adanya dua alam yang saling berhadap-hadapan, dan yang satu merupakan subordinasi yang lain (alam atas – alam bawah, alam rohani – alam jasmani, alam ilahi – alam insani).
           Namun sekarang ini adalah zaman modern sangat sulit memahamkan (verstehen) dan meyakinkan (glauben) akan isi dari alkitab, semakin lama pandangan supranaturalis akan tergoyahkan dan memaksa menggunakan sebuah intrepretasi historis dengan hal ini sejarahlah yang menjadi penentu kebenaran teolog. Hal inilah yang mendorong Rudolf melakukan upaya untuk menjadikan Alkitab agar dapat dimengerti secara utuh (verstehen). Bultmann berusaha menemukan kembali ketuhanan Allah yang “hilang”. Allah itu Tuhan dan bukan manusia, hanya dari dirinya sendiri manusia dapat mengenal Allah. Iman (glauben) ialah jawaban atas firman Allah yang disabdakan pada manusia.
           Ada beberapa bahan dan materi yang digunakan Bultmann untuk  menyusun teologinya berupa:
 (1) Kritik historis dari teologi liberal
(2) pengarahan kepada firman dan iman di dalam teologi dialektis
(3) ajaran reformatoris tentang pembenaran
(4) filsafat eksistensi Martin Heidegger
            Dalam metode Bultmann merupakan pengaplikasian pikiran-pikiran eksistensial brillian Dasein (substansi dan temporalitas) Heidegger. Semuanya dimasak dalam dapur “Being and Time” secara konsekuen dan sistematis menjadi sesuatu yang baru dan memiliki cirinya sendiri. Tujuannya adalah sebagai pemberi arah pada soal percaya (glauben) dan mengerti (verstehen). Hal ini berarti bahwa Bultmann masih mendasarkan teologinya pada teologi dialektis, meskipun di sisi lain ia juga mengembangkan teologi liberal pada pemikiran historis kritis.
           Setelah kita mengetahui latar belakang yang mendorong teori rudolf akan kami jelaskan apa itu demitologisasi. Demitologisasi secara singkat dapat dikatakan sebagai tafsiran terhadap bagian-bagian Alkitab yang dianggap mitologis dengan menekankan kebenaran-kebenaran eksistensial yang terkandung dalam mitos itu, kalau kita lihat dari uraian diatas demitologisasi adalah gabungan dari glauben dan verstehen. sedangkan ditinjau dari segi etimologinya de yang artinya menghilangkan mitos adalah suatu perekayasaan yang bisa dipercaya atau tidak danlogos adalah pengetahuan jadi, demitologisasi adalah menghilangkan mitos dengan pengetahuan – pengetahuan ilmiyah agar dapat diterima masyarakat modern.
          Demitologisasi adalah tafsiran terhadap bagian-bagian Alkitab yang dianggap mitologis dengan menekankan kebenaran-kebenaran eksistensial yang terkandung dalam mitos itu.
          Menurut Bultman, manusia modern menemukan kesulitan untuk mengerti pemberitaan perjanjian baru. Perjanjian baru mempunyai pandangan dunia yang sama sekali berbeda dengan pandangan modern tentang dunia (manusia abad 19-20). Manusia modern tidak dapat menerima lagi bahwa realitas ini dibagi atas 3 bagian, alam atas (sorga), alam tengah (bumi tempat manusia dan tempat pertemuan kekuasaan ilahi dan demonis), alam bawah (neraka). Manusia modern tidak percaya kepada roh-roh dan kuasa-kuasa yang penuh kekuatan lagi. Manusia tidak percaya lagi akan mitos-mitos yang demikian.
          Sebenarnya Bultmann tidak berusaha untuk menghilangkan ide-ide mitologis dan motif-motif dari cerita-cerita perjanjian baru. Tetapi dia bermaksud untuk menginterpretasikan ide-ide, motif-motif dan cerita-cerita dalam alkitab sehingga semuanya menjadi transparan dan maksudnya menjadi jelas.
Tetapi demitologisasi menurut Bultmann ini perlu dan tidak dapat dielakkan. Karena menurut Bultmann gambaran dunia dari perjanjian baru adalah gambaran dunia yang mitologis karena peristiwa keselamatan diceritakan secara mitos. Dan jika memaksa untuk menerima mitos itu sama halnya dengan memaksa untuk mengorbankan rasio kita. 
Bultmann mencela kaum liberalis seperti Harnack karena menghapus mitologinya dan mengubah injil menjadi “beberapa asas agama dan etika”. Bultmann menolak cara ini. Tujuannya adalah untuk menafsirkan mitologi perjanjian baru dan khususnya menafsirkannya secara eksistensial.




[1] wellem.f.d, riwayat singkat tokoh – tokoh gereja ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999) hal.46
[2] sebuah organisasi di  jerman untuk penolakan kristen jerman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar